Rene Descartes dikenal sebagai pelopor pemikiran abad pencerahan (age of enlightenment). Sejarah mencacat bahwa Descartes sebagai filsuf awal mula yang menandakan dimulainya abad pencerahan. Berdasarkan subjektivitas seorang manusia, pemikiran Descartes bertolak dari akal budi dan bermuara pada sumber pengetahuan yang berdasarkan pada rasio. Pada titik inilah Descartes dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern.
Restropeksi Filsafat Rene Descartes
Dalan beberapa literature yang membicarakan tentang filsuf Rene Descartes, paling kurang filsafat Descartes bermula dari sikapnya yang meragukan segala sesuatu.
Ketika Descartes pertama kali belajar ilmu pengerahuan di sekolah College Royal de La Fleche yang dikelolah oleh para imam Yusuit, ia meragukan apa yang telah diajarkan oleh para gurunya. Ia merasakan bahwa pengetahuan yang didapati dari gurunya itu belum memberikan suatu kebenaran yang pasti atau belum memiliki fondasi yang kuat. Apalagi pada masa itu setiap teori dan pendapat selalu dibantah atau dikritik oleh para pemikir lainnya. Perdebatan tidak habis-habis mengenai tema yang sama juga terjadi di dalam lingkaran filsafat.
Akhirnya Descartes memilih untuk berpetualangan mencari kebenaran dalam buku besar alam raya. Dari pengalaman menjadi tentara, bertemu dengan orang banyak dan hidup yang nomaden sampai ia menemukan apa yang disebut pengetahuan yang dapat diragukan baginya.
Di sinilah awal mula filsafat di mana ia melakukan sebuah keraguan. Keraguan yang dibawahkan oleh Descartes akan menjadi tujuan filsafatnya. Dengan keraguan tersebut, Descartes ingin membangun sebuah sistem filsafat dengan beralaskan kapastian, sehingga tidak dapat diragukan lagi dan menjadi absolute.
Karena itu sangat jelas bahwa alasan Descartes mencari kebenaran dengan metode filsafatnya adalah menghilangkan kebingungan yang tercipta dalam perdebatan-perdebatan yang terjadi yang menurutnya belum memiliki kejelasan yang pasti. Kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan pada masa itu belum jelas karena masih dipengaruhi Gereja oleh filsafat skolastik. Filsafat skolastik pada zaman itu menghabat perkembangan ilmu pengetahuan karena konstruksi pemikirannya sangat dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Hemat saya keberanian Descartes untuk melawan filsafat skolatik merupakan kritikan terhadap gaya filsafat pada masa lampau. Menurut Descartes bahwa filsafat harus bersikap radikal, dalam arti tidak boleh bertolak dari pengandaian-pengandaian apapun. Apa yang diajarkannya harus dapat dipertanggung-jawabkannya. Dan inilah yang mendorong Descartes membebaskan diri atau dalam bahasa Plato “keluar dari gua” pemikiran tradisional.
Menurut Descartes, untuk mendapatkan suatu kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingnya serta harus disusun oleh satu orang sebagai suatu bangunan yang seluruhnya berdiri sendiri menurut satu metode umum. Dalam konteks filsafat, hal yang perlu dibangun dengan dasar yang kokoh ialah membuat diri meragukan segala suatu yang mungkin dapat diragukan. Namun, perjalan ini cukup menyita waktu yang panjang, ia mengatur prilaku sesuai dengan aturan-aturan yang diterima oleh masyarakat umum.
Namun, kontruksi pemikiran filsafat Descartes tidak berhenti pada titik keraguan yang radikal. Descartes mencoba membentuk sebuah sistem filsafat yang bebas dari keraguan. Salah satu buku yang cukup popular berjudul Discourse on the Method dan Rules for the Direction of the Mind yang menekankan pada metode.
Menurut Descartes penerapan metode ini membantu membedakan kekeliruan, kepastiaan dan kebenaran. Singkatnya metode ini dapat menghasilkan pengetahuan yang kebenarannya sangat pasti dan tidak dapat diragukan lagi.
Descartes mengajukan empat langkah berpikir untuk mendukung metodenya dalam mencari kebenaran. (1) tidak pernah menerima sesuatu sebagai yang benar. Jika saya tidak memiliki pengetahuan yang jelas menurut Descartes sebaiknya menghindari dari kesimpulan-kesimpulan dan prasangka-prasangka tersembunyi sehingga tidak ada peluang bagi saya atau orang lain meragukannya. (2) membagi suatu persoalan ke dalam permasalahan-permasalahan yang lebih kecil dan detail. (3) memulai dari yang paling sederhana dan mudah dimengerti. Mengarah pikiran secara tertib dan teratur, dengan bertolak dari yang paling sederhana dan objek yang paling mudah diketahui sehingga sedikit demi sedikit menuju pengetahuan yang lebih kompleks. (4) selalu melakukan pencacahan sedemikian lengkap dan pemeriksaan ulang sedemikian komprehensif, sehingga dapat memastikan bahwa sama sekali tidak ada yang terabaikan.
Prospektif Pemikiran Descartes
Ternyata pemikiran Descartes memiliki pengaruh yang besar terhadap filsuf pasca Descartes. Misalnya pengaruh terhadap filsafat Baruch Spinoza. Spinoza adalah salah satu filsuf yang bergabung dalam lingkaran rasionalisme. Ia mengagumi sebagian dari filsafat Descartes, tidak sepunuhnya. Namun, corak berpikir filsafatnya cukup mendalam dan lebih konsekuen dibandingkan dengan rasionalisme Descartes.
Ada beberapa konsep berpikir Descartes yang dikritik oleh Spinoza. misalnya, soal substansi. Menurut Descartes substansi adalah apa yang telah ada sedemikian, sehingga sesuatu tersebut tidak dapat lagi memerlukan atau bergantung dengan hal lain. Substansi yang paling dasar adalah Tuhan, yang tidak memerlukan hal lain untuk berada.
Karena itu, Descartes mengelompokkan substansi yang ada di dalam dunia menjadi tiga yakni Tuhan, Jiwa dan materi. Konsep ini mendapat tanggapan dari Spinoza dengan berargumen bahwa Tuhan adalah suatu kesatuan umum, yang mengungkapkan diri di dalam dunia. Segala yang ada adalah Tuhan, tidak ada sesuatu pun yang tidak tercakup di dalam Tuhan dan tidak ada sesuatu pun dapat berada tanpa Tuhan.
Tidak berhenti pada Spinoza, filsafat kritis Emmanuel Kant juga turut mengambil bagian dalam membaca pemikiran Descartes dan kaum rasionalisme lainnya. Menurut Kant, rasionalisme yang diagungkan oleh Descartes sampai Spinoza hanya mempersoalkan masalah pengenalan atau proses untuk mengetahui pada sisi objek yang ingin diketahui saja, tidak mempersoalkan subjek rasio. Karena itu, menurut Kant, filsafat Descartes dan golongan rasionalisme lainnya adalah filsafat dogmatis.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa corak filsfat Descartes memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan filsafat selanjutnya. Dialektika yang dibangun membentuk tembok peradaban filsafat semakin kokoh. Konstruksi dialektika ini akan terus berlanjut dan ini sebenarnya suatu metode pencarian akan suatu kebenaran yang pasti.
Catatan kaki:
Cahaya Khaeroni, “Epistemologi Rasionalisme Rene Descartes Dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Islam” dalam Didaktika Religia, Volume 2, No. 2 Tahun 2014, hlm. 187.
Aquido Adri dan Syaiful Hadi, Descartes, Spinoza dan Berkeley (Yogyakarta: Penerbit Sociality, 2017), hlm. 81.