Rabu, 28 Februari 2024

Belajar Dari Cara Hidup Hilarius

Oleh: Vayan Yanuarius
(Rabu, 28/2/2024)

Pokok Ajaran Iman Hilarius

Hilarius menjadi Kristen setelah berupaya mencari tujuan hidup manusia dalam Alkitab. Walaupun beristri, pejabat tinggi yang pandai ini dipilih menjadi uskup Poitiers (Prancis). Ia bertekad menyebarkan wahyu ilahi semurni-murninya seperti yang tersurat dalam Alkitab. Hilarius dibuang karena ketegasannya melawan bidaah Arianisme. Arianisme adalah sebuah ajaran yang menyangkal ke-Allah-an Yesus. Di tempat pembuangan itulah ia mengarang banyak buku, khususnya tentang Allah Tritunggal, untuk membela iman yang benar. Namun, pujangga Gereja ini dipulangkan kembali karena di tempat pembuangannya justeru banyak orang yang bertobat.

Iman Harus Dinyatakan

Saudara sekalian yang terkasih dalam Tuhan. Iman kita akan Yesus Kristus harus bisa dipertanggungjawabkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu bertujuan agar orang bisa percaya akan apa yang kita imani. Itulah iman yang berdaya transformatif. Hilarius telah menunjukkan hal demikian dalam hidupnya. Ia tidak sungkan-sungkan melawan Arianisme yang menyangkal ke-Allah-an dari Allah. Ia juga berkomitmen untuk mewartakan sabda Allah secara benar dan bisa menobatkan orang. Wujud iman seperti inilah yang harus ditunjukkan kepada dunia dewasa ini. Rasul Yakobus mengatakan iman tanpa perbuatan ialah mati. Kematian iman itu bersumber dari penyangkalan iman dalam bentuk tindakan. Tindakan kita yang percaya kepada Yesus tidak mencermin kepercayaan kita yang sesungguhnya. Iman kita saat ini lebih memilih mancari aman. Iman kita belum sampai pada tataran transformasi diri dan lingkungan. Iman kita masih bermain pada tataran teoritis belaka dan kita merasa itu adalah tujuannya. 

Daya Transformasi Iman

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan. Pertanyaan yang muncul ialah apa yang membuat iman kita saat ini tidak sampai pada daya transformasi? Ada dua jawaban atas pertanyaan di atas. Pertama, sebagai orang beriman kita belum memahami maksud dan tujuan kita beriman. Kita beriman sekedar mencari aman. Kita merasa bahwa beriman kepada Tuhan dapat memberikan kenyamanan dalam diri kita. Maka, tanggung jawab kita sampai pada kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, ketika ada realitas ketimpangan yang ada di luar diri kita, kita tidak merespons dengan baik. “Itu urusanmu bukan urusanku”. Hal ini sangat berlawanan dengan cara hidup Yesus, para murid, dan Hilarius. Mereka justeru merespons realitas di luar diri mereka sebagai perwujudan iman.
 
Kedua, kita belum berani mewartakan sabda Allah kepada semua orang. Sebagai pengikut Kristus, kita mempunyai tanggung jawab untuk mewartakan sabda Allah kepada semua orang yang kita jumpai setiap hari. Pewartaan sabda Allah bertujuan untuk mengenal kebaikan dan kebenaran Allah sehingga orang yang mendengarkan pewartaan itu bertobat dan percaya kepada Allah seperti yang dilakukan oleh para rasul zaman dulu dan Hilarius. Penolakan itu niscaya. Namun, bukan karena penolakan, kita berhenti mewartakan sabda Allah. Hilarius telah menunjukkan sikap keberaniannya untuk melawan Arianisme meskipun akhirnya dia dibuang. Karena imannya kepada Allah begitu besar maka Allah membebaskan dia dari pembuangan. Tuhan tidak pernah mengkhianati orang-orang yang telah berjuang mewartakan sabdanya. Ia pasti menuntun dan menunjukan jalan kebenaran dan hidup.

Jadilah Halarius Junior

Saudara sekalian yang dikasih dalam Tuhan. Kita semua diajak untuk menjadi Hilarius Junior yang mempunyai sikap yang tegas untuk melawan segala sesat dan dosa dunia. Penolakan Hilarius ditopangi oleh kepercayaannya kepada Tuhan bahwa Tuhan selalu memihak kepada orang yang benar. Kita pun harus bisa menjadi Hilarius baru (Hilarius Junior) yang siap melawan segala tantangan dan cobaan dunia saat ini. Dunia semakin canggih. Pelbagai hal mudah untuk didapatkan baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Maka, menjadi orang beriman harus bisa menentukan pilihan yang tepat untuk sesuatu yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan iman selanjutnya. St. Yohanes Paulus II pernah mengatakan pilihan itu benar apabila dasar dari pilihan itu ialah kebenaran. Kebenaran yang dimaksudkan oleh St. Yohanes Paulus II ialah Allah itu sendiri. Dengan demikian, kebenaran itu menjadi nyata apabila kita selalu bersandar pada sabda Tuhan itu sendiri. Semoga. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kepergian

Tentang Kepergian,  pasti selalu ada jejak keindahan yang harus dikenang agar bisa mengerti bahwa tak selamanya Kepergian mening...