Kamis, 02 November 2023

Artificial Intelligence: Tantangan Manusia Abad-21

Oleh: Vayan Yanuarius

I. Pendahuluan

Media The Conversation.com beberapa bulan terakhir menyajikan tulisan yang menarik tentang Artificial Intelligence (AI). Media tersebut mempublikasikan tulisan tentang AI dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, AI dilihat sebagai sesuatu yang mengancam tatanan kehidupan manusia saat ini. Misalnya tulisan Arif Perdana dari Monas University, Daniel Prince dari Lancaster University, Ayu Anastasya dari Universitas Padjadjaran, dll. Kedua, AI dilihat sebagai peluang emas yang harus dimanfaatkan seakurat mungkin untuk menciptakan tatanan kehidupan manusia saat ini. Misalnya tulisan Eun Young dari University of Portsmounth, Rino Putama, dari The Conversation, Albert J. Rapha dari Universitas Diponegoro, dan Hafiza Raisya Indrani dari Yayasan Kopenik.

Hemat penulis, perdebatan para intelektual di atas tentunya sangat menarik untuk ditelaah sejauh mungkin agar bisa menemukan benang merah yang bisa menyikapi AI demi terciptanya tatanan kehidupan manusia yang lebih baik. 

Penulis melihat, kehadiran AI lebih pada tantangan yang harus diterima saat ini. Namun, pada saat yang sama AI perlu disikapi dengan bijaksana karena mampu mempermudahkan dan mempercepat efektivitas kerja manusia. Sistem kerja dari AI ini kurang lebih menghampiri dengan kecerdasan manusia alami. Dengan demikian, manusia tidak lagi mengandalkan kemampuan sendiri untuk melakukan transformasi tatanan kehidupan yang lebih baik
 
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas pertanyaan yang muncul ialah bagaimana AI dilihat sebagai tantangan dan peluang bagi terciptanya tatanan kehidupan manusia abad 21 ini? Bagaimana menyikapi dampak negatif dari AI bagi kehidupan masyarakat saat ini? pertanyaan-pertanyaan di atas akan diperjelas dalam ulasan berikut ini.

II. Artificial Intelligence, Apa itu?

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) merupakan salah satu bagian dari ilmu computer yang beroperasi dalam bentuk mesin (computer) seperti dan sebaik yang dikerjakan oleh manusia. Sejarah mencatat, pada awalnya computer hanya digunakan sebagai alat untuk menghitung. Namun, zaman semakin berubah, manusia juga ikut berubah. Perubahan yang signifikan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk aspek teknologi yang di mana terjadi perluasan pemanfaatan computer yang awalnya digunakan sebagai alat untuk menghitung tetapi berkembang menjadi alat bisa mengoperasi segala sesuatu seperti yang dilakukan oleh manusia. Jadi, artificial intelegence merupakan suatu proses pengolah data dan sistem dalam computer sehingga menyerupai sistem kerja manusia (Hendra Jaya, dkk, 2018:3).

Artificial Intelligence (AI) pertama kali disebut pada tahun 1956 dikonfrensi Darthmouth. AI sejak itu sudah menjadi agenda prioritas sebab teori-teori dan prinsip-prinsip kerja AI mengalami perkembangan. Misalnya era computer elektronik 1941 telah menemukan alat penyimpanan dan pemrosesan informasi. Tahun 1949 komputer mengalami perkembangan. Komputer bisa menyimpan program yang menjadi cikal bakal pengembangan program yang mengarah ke AI. (Ibid., 7) .

Pada tahun 1952-1969, AI mengalami banyak kesuksesan. Kesuksesan itu dimulai oleh Newell dan Simon yang berhasil mengubah program yang disebut General Problem Solver. Program ini dirancang untuk memecahkan masalah secara manusiawi. Setelah itu, McCarthy berhasil menciptakan program yang dinamakan Program With Common Sense. Program ini dirancang untuk menggunakan pengetahuan dalam mencari solusi. Misalnya computer mampu mendiagnosa penyakit yang dialami manusia secara akurat. Jadi, computer memudahkan manusia untuk mengetahui sebab sebuah penyakit (Ibid.).

Secara komersial, Artificial Intelligence (AI) memiliki keunggulan seperti bersifat permanen, mudah didublikasi dan disebarkan, lebih murah, bersifat konsisten, dapat didokumentasi, proses kerjanya lebih cepat, dan hasilnya lebih baik. Tentunya, keunggulan-keunggulan di atas bermuara pada efektivitas kerja manusia sehingga manusia hanya melakukan perkerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh AI (Ibid., 12)

III. AI dan Bencana Kemanusiaan Abad 21

 Suatu perubahan niscaya melahirkan keuntungan dan kerguian. Dari segi kerugian AI membawa bencana kemanusiaan pada umumnya. Hal ini bisa terjadi sebab system kerja AI lebih canggih dari system kerja manusia yang syarat menggunakan media konvensional. Beberapa fenomena bencana yang disebabkan oleh system kerja AI;

 Fenomena Disinformasi
Perkembangan teknologi saat ini makin besar. Hampir seluruh lapisan masyarakat memiliki alat teknologi seperti Handpone. Kehadiran Handpone menandakan bahwa dunia mengalami kemajuan yang sangat signifikan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia tidak lagi menggunakan media konvensional untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki jarak geografis yang jauh. Tetapi, dengan meletakkan jari di atas permukaan layar handpone, dalam sekejab mata komunikasi itu berjalan lancar.

Namun, perkembangan teknologi yang semakin canggih di satu sisi membawa dampak negatif bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang beradap. Hal ini terjadi dengan melihat data statistik penyebaran informasi palsu atau disinformasi di media sosial yang semakin meningkat. Arif Pendana dalam artikel berjudul “AI dan Disinfomrasi: Bagaimana Kecerdasan Buatan dapat Memperparah Penyebaran Hoaks Jelang Pemilu 2024” memaparkan bahwa disinformasi menjelang pemilu 2024 terus meningkat. Penyebaran disinformasi ini melalui AI yang memiliki kemampuan menciptakan dan mengamplifikasi disinformasi (Arif Pendana, 2023).

Berdasarkan Laporan dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), penyebaran Hoaks di media sosial sering terjadi melalui aplikasi pengiriman pesan seperti WhatApp, Telegram, dan Line (F.X. Lilik Dwi Marjianto, 2023). Persis pada titik ini, AI memiliki keunggulan untuk mempublikasi dan menyebar informasi secara cepat seperti yang dijelaskan oleh Hendra Jaya, dkk. Namun, keunggulan AI dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyebarkan disinformasi kepada publik.

 AI dan Fenomena Peretasan Data Pribadi

Fenomena peretasan data pribadi menjadi persoalan besar era digital saat ini. Peretasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil data pribadi seseorang dan dipublikasikan ke ruang publik. Sistem peretasan data pribadi ini dilakukan melalui aplikasi ChatGPT yang merupakan bagian dari sistem kerja AI (Uri Gal, 2023). 

ChatGPT bisa membangun interaksi dengan manusia melalui teks, pesan obrolan, email, dan telepon. Jika mereka memperoleh lebih banyak hal tentang diri kita maka mereka lebih mudah menebak kata sandi atau pin akun-akun pribadi (Daniel Prince, 2023). Misalnya kita memposting status di facebook, kemungkinan besar status dan data diri dikonsumsi oleh ChatGPT. 

Keunggulan AI ialah bisa menyamar sebagai pelayan sah, Bank, atau pejabat. Ketika interaksi itu terjadi, maka data pribadi dapat direkam dengan sendirinya.
Dampaknya bagi masyarakat pengguna media sosial ialah masyarakat tidak mengetahui secara persis bagaimana sistem kerja AI melalui aplikasi ChatGPT. Dengan tingkat kemampuan masyarakat yang masih rendah, AI dapat bekerja secara efektif untuk mengambil data privasi seseorang. Jadi, kehadiran AI sebenarnya sedang meroboh tembok pemisah antara data pribadi dengan data umum. Data pribadi bisa menjadi data umum tanpa sepengetahuan pribadi korban.

 AI dan Fenomena Pengangguran

Artificial Inteligence (AI) menurut fisikawan Setphen Hawsking dan Investor Elon Musk akan bekerja melampaui kemampuan manusia. Hal ini terjadi karena system kerja AI dapat meniru fungsi kerja kognitif manusia seperti pembelajran dan pemecahan masalah, misalnya para ilmuwan dapat meningkatkan kemampuan AI dengan meningkatkan system kerja saraf AI untuk bisa mengeja tata bahasa, memahami makna dari sebuah gambar, mengenali ucapan, dan menerjemahkan bahasa (Marko Robnik-Sikonja, 2017). 

Dengan tercitapnya funsi kognif pada AI maka konsekuensinya ialah manusia kehilangan kesempatan untuk bekerja. AI akan mengantikan posisi manusia dalam dunia kerja. Hal yang sama juga diuturakan oleh Frans Magnis-Suseno dalam bukungya berjudul Iman dalam Tantangan, Apakah Kita Masih Dapat Percaya pada “Yang di Seberang”? (2023). Magnis-Suseno milihat salah satu tantangan manusia abad-21 ini ilaha kehadiran AI yang dapat mempersempit ruang kerja manusia dan menciptakan pengangguran tinggi. Pernyataan ini ekuivalen dengan hasil penetian menunjukkan kecerdsan buatan menyebabkan sekitar 230 ribu pekerja disektor keuangan hilang pada 2025. Pergeseran manusia dari dunia kerja mengakibatkan pada tingkat pengangguran semakin tinggi. Manusia kehilangan pekerjaan sebagai fondasi dasar untuk meningkatkan mutu kehidupan.
IV. Artificial Intelligence Sebuah Keniscayaan

Filsuf Yunani Kuno, Hiracletos mengatakan Nothing endures but change (Tidak ada sesuatu yang abadi, kecuali perubahan). Ungkapan Hiracletos di atas tentu berawal dari suatu petualangan intelektual yang mendalam tentang manusia dan alam. Manusia dan alam setiap saat pasti mengalami perubahan baik secara forma maupun materi. Karena itu, perubahan adalah keniscayaan. 

Hal yang sungguh terasa dari fenomena perubahan dewasa ini yakni munculnya teknologi baru yang dapat memudahkan pekerjaan manusia dan sekaligus juga menghambat pekerjaan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah seharunya mengontruksi regulasi yang memperketat penggunaan artificial intelligence (AI) yang bertendensi merusak tatanan kehidupan manusia saat ini.

Regulasi yang dimaksudkan ialah pertama, membatasi para penggunaan AI dalam bidang tertentu sehingga masih ada peluang pekerja untuk bekerja seperti dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastuktur. Kedua, pemerintah membuat regulasi yang bisa mengontrol informasi-informasi yang beredar di media sosial. 

Hal ini penting mengingat penyebaran Hoaks (berita bohong) massif dan sistematis di media sosial. Selain itu, untuk mengamankan data privasi masyarakat. Ketiga ialah memberikan sanksi kepada perusahan media sosial bila mereka gagal melawan kontens yang bertendesi menghina atau hoaks. 

Indonesia perlu belajar dari Jerman dalam hal memberikan sanksi kepada perusahan media sosial. Pemerintah Jerman berhasil memerangi fenomena hoaks dan ujaran kebencian di media sosial dengan menerapkan regulasi di atas.
Jadi, kehadiran AI saat ini bersifat paradoks. Di satu sisi membawa kemudahan bagi pekerjaan manusia tetapi di sisi lain menciptakan keresahan dan kepanikan. Namun, prubahan adalah suatu keniscayaan yang harus diterima karena itu merupakan bagian dari proses peradapan manusia. Maka, hal suka tidak suka harus dihadapi dengan memperketat regulasi yang dikonstruksikan oleh pemerintah agar AI sungguh bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kepergian

Tentang Kepergian,  pasti selalu ada jejak keindahan yang harus dikenang agar bisa mengerti bahwa tak selamanya Kepergian mening...